Selasa, 10 Juni 2008
Belajar Bersyukur
Rabu, 02 April 2008
Memberi Dengan Tulus
[Defri Mardinsyah] - Seorang kawan yang cukup lama saya kenal, hari jumat yang lalu kembali melakukan ritual yang selalu dilakukan sejak saya mengenalnya sekitar 8 s/d 10 tahun yang lalu. Ritualnya itu adalah menghubungi saya untuk meminta bantuan. Kawan itu mau minta tolong untuk dibantu proses pembuatan kartu kredit, karena sang istri mau melahirkan anak ke 3.
Kalau ritual itu sedang berlangsung, sering tergiang-giang teguran dari teman lain yang memberikan gelar “bego” pada diri ini. Kalimatnya kurang lebih seperti ini :
“ Bego loe, dia kan Cuma manfaatin elo, apa yang dikatakannya kepada itu bo’ong semua, elo dapat apa sih dari dia, udah gak usah diladenin, cuekin aja “
Bukannya bermaksud menghitung-hitung, tapi hanya sebagai bahan untuk sharing, memang komentar itu benar adanya. Semua hubungan dengan kawan yang satu ini hanya memanfaatkan pertemanan sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan disisi lain beliau ini memberikan informasi-informasi ataupun angin surga, yang pada dasarnya hanya tipuan belaka. Walaupun yang diminta bukan berupa materi. Tetapi perasaan merasa dimanfaatkan ini kadang cukup menyakitkan. Tetapi karena memang hati ini selalu mencoba memberi secara tulus dan ikhlas akhirnya perasaan itu pupus dengan sendirinya.
Tantangan lain adalah bahwa kondisi dimana apabila kita bekerja disebuah perusahaan, kemudian sebagai salah satu anggota tim, kita harus bekerja sama dengan anggota tim yang lain. Sering kali kita harus memberikan training gratis atau Supporting motivasi kepada rekan sejawat ataupun tim lainnya. Walaupun apa yang kita berikan tersebut bukanlah satu-satunya komponen keberhasilan mereka, tetapi apa yang kita berikan tersebut merupakan faktor yang dominan. Misalnya apa yang dialami diri ini, pelaku utama yang sangat bertanggung jawab atau peningkatan kemampuan dalam penggunaan Excel adalah Pak Fauzi, beliau juga yang mengajak untuk tandem menulis buku. Sang Guru ini yang menjadi faktor utama yang menunjang pekerjaan yang saya lakukan saat ini,( walaupun gaji dan jabatan belum naik-naik
kalau kita yang menjadi pihak yang memberi, kemudian setelah keberhasilan itu diperoleh, dalam bentuk kenaikan gaji ataupun pangkat, atau bahkan sang kawan ataupun anak buah kita itu bisa melebihi jabatan dan jumlah gaji yang kita terima, kalau hal itu masih kurang cukup, mungkin bisa ditambahkan bahwa si kawan itu menjadi orang yang bersikap mencari-cari kesalahan diri kita, dan kemudian dari laporan tersebut, kita mendapat teguran dari atasan. Kalau hal yang dianggap sebagai suatu kesalahan, adalah suatu kesalahan, berarti sang kawan berjasa untuk meningkatkan kemampuan dan ketelitian diri. Tetapi jika kesalahan itu hanya kesalah mengertian dari atasan terhadap kondisi yang sebenarnya, dan hanya karena kedekatan sang kawan dengan atasan sehingga si atasan lebih mendengarkan informasi dari kawan kita itu
bagaimana kita menghadapinya ?
Yang perlu diyakini adalah bahwa rezeki itu ada ditangan Yang Kuasa. Kalau kita memberi dengan tulus, yakinlah bahwa pemberian tersebut akan kembali kepada kita, walaupun tidak melalui orang yang kita beri.
Jadi kesimpulannya, marilah kita memberi dengan tulus.
Selasa, 18 Maret 2008
Sudahkah Kita Bersyukur Hari Ini?
Allah memilih hamba-Nya yang banyak bersyukur itu dan mengutusnya sebagai rasul bagi kaumnya. Nabi Nuh memang luar biasa. Dia pandai bersyukur dan memiliki kesabaran tingkat tinggi. Bisa dibayangkan, selama 950 tahun berdakwah, jumlah orang yang beriman sangat sedikit. Tapi the show must go on. Dia terus berdakwah pantang menyerah. Walaupun setelah melihat mempelajari kaumnya yang tidak mungkin beriman, dia berdoa mengadu kepada Allah. Akhirnya Allah memberikan jalan keluar menyelamatkan pengikutnya dari banjir besar.
Bersyukur dan juga bersabar memang memberikan dampak yang luar biasa bagi orang yang melakukannya. Bersyukur mudah diucapkan, namun ternyata juga sulit untuk dilakukan.
Mengapa sekarang banyak sekali orang bingung, stress, tidak bahagia? Salah satu jawabannya cukup sederhana. Karena kita tidak pandai bersyukur. Hidup di jaman sekarang ini, lebih-lebih di kota besar seperti Jakarta, berbagai masalah akan sangat mudah hinggap. Macet, polusi, banjir, harga barang-barang yang melambung sering menjadi kambing hitam sasaran bahwa mereka menjadi penyebab semua ini.
Kita seringkali merasa selalu kekurangan atas segala sesuatu. Kita sering mengeluh, kita biasa mengaduh. Dunia menjadi terlihat begitu kejam kepada kita. Padahal kalau dilihat, kita masih bisa makan yang enak, tidur yang nyenyak, bisa menghabiskan banyak pulsa apalagi marketing gimmick operator sangat menggoda memperlihatkan tarif murah, sering nonton film baik di bioskop maupun DVD, bisa ngeblog menghabiskan bandwidth, bisa kopdar di cafe-cafe mahal. Loh loh loh.. ini ngomong apa ya?
Ya yang jelas sih, sebenarnya keadaan kita itu tidak jelek-jelek amat. Masih sangat banyak orang yang keadaannya dibawah kita. Yang dibawah kita pun demikian, masih ada yang dibawahnya lagi, dibawahnya lagi, lagi, lagi, lagi dan lagi… Sebuah misteri karena kita tidak tahu bagaimana keadaan yang paling bawah itu.
Kalau tidak mau bersyukur dan akhirnya merasa menderita, mungkin kita hanya perlu bilang “Sokooorrr”. * gak fokus*. Karena itulah, kita pantas untuk bersyukur. Mari belajar untuk bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah kepada kita
Sabtu, 16 Februari 2008
Bersyukur
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memberikan pernyataan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Ku-tambah nikmat-Ku kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7).
Bagaimana bersyukur itu? … ada lagi pertanyaan nih. Syukur, sesuatu yang mudah untuk di katakan, mudah untuk dijelaskan … tetapi tidak mudah untuk dilakukan. Barangkali sebagian dari kita akan mengatakan, saya selalu mengatakan ‘Alhamdulillah’ kalau mendapatkan suatu kenikmatan, memang betul demikian adanya. Bagaimana pada saat kita mendapatkan sebaliknya, misalnya kehilangan dompet? Apakah kita bersyukur? Mestinya ya tetap bersyukur, karena yakinlah, selalu ada rahmat Allah dibalik peritiwa yang menurut kita buruk. Kalau kehilangan dompet, apa yang disyukuri. Kita besyukur, yang hilang hanya dompet, motor kita tidak ikut hilang.
Coba kita beralih sejenak, suatu falsafah Jawa mengenai istilah “Masih untung” ….. Masih untung yang hilang hanya dompet (maksudnya motor tidak ikut hilang), masih untung hanya luka2 karena ketabrak (maksudnya tidak sampai mati), sampai hal yang sangat ekstrim sekalipun …. Untung ‘si pulan’ meninggal (maksudnya kalau tetap hidup juga akan menderita) … dan sebagainya. Ternyata falsafah sederhana ini merupakan cara pandang yang sangat spiritual, pada saat mendapatkan musibah tetap merasa untung/bersyukur karena tidak mendapatkan musibah yang lebih buruk lagi.
Bagaimana cara bersyukur? Cara sederhana dapat dibedakan, yang kasat mata dengan cara mengucapkan ‘Hamdalah’, bersodaqoh, bernazar dsb. Dan yang tidak kasat mata tentunya bersyukur dengan hati.
Bagaimana bersyukur dengan hati, seperti yang diuraikan sebelumnya, pada saat mendapat musibah kita tetap besyukur karena tidak mendapat musibah yang lebih buruk. Barangkali ini yang disebut dengan bersyukur yang tidak kasat mata, bersyukur dengan hati.
Apa saja sih yang kita syukuri? … coba kita simak pertanyaan, apa saja sih nikmat Allah itu? Kita tidak akan mampu menghitung nikmat Allah, terjawab sudah pertanyaan mengenai, apa saja yang kita syukuri, tentunya banyak sekali, tidak akan mampu menghitungnya.
Syukurilah apa yang kita punya, syukurilah apa yang kita dapatkan. Mensyukuri apa yang kita punya walaupun hanya sedikit akan lebih baik daripada berlimpah tapi tidak bersyukur.
Mudah-mudahan Allah menjadikan kita sebagai insan yang pandai bersyukur. Amin.